Friday, January 22, 2016

What's next? Pengarahan bukan tuntutan

Pasti hampir seluruh murid kelas 3 SMA pernah diberi pertanyaan mengenai rencana kedepannya, biasanya pertanyaan tersebut diajukan oleh guru BK (bimbingan konsuling), orang tua, teman dekat bahkan orang-orang terdekat. Dan gak jarang sang murid akan mengatakan 'belum tahu, masih galau'. Jujur, saya juga termaksud orang yang menggunakan jawaban tersebut.

Kembali pada saat kita duduk di sekolah dasar, saat orang dewasa terutama guru dan orang tua bertanya 'apa cita-cita mu?' dengan semangat kita menjawab berbagai jenis profesi yang umum ditelinga seperti 'dokter','guru','astronot','pilot' dan sebagainya. Setelah mendengar berbagai macam jawaban sang murid/anak apa yang dilakukan mereka? menyuruh murid-murid belajar yang rajin agar mendapat nilai yang baik dan naik kelas. Cara tersebut tidak sepenuhnya salah, memang seharusnya tugas pelajar itu belajar namun kenapa para pendidik tidak mengarahkan kepada anak-anak didik mereka cara untuk meraih cita-cita mereka. Dan sekali lagi tidak sepenuhnya salah jika anak-anak belajar banyak ilmu, tapi sepertinya hampir mustahil jika seseorang harus ahli dalam segala bidang.

Lanjut ke tingkat menengah, sama seperti pada tingkat dasar dulu saat diberi pertanyaan 'apa cita-cita mu?' munculah berbagai jawaban mengenai profesi yang umum di dengar namun kali ini mereka mulai sedikit menyesuaikan dengan realita yang sedang dialami. Memilih profesi yang dianggap cukup keren dan dinilai mampu menghasilkan nilai rupiah yang tinggi adalah jawaban kebanyakan dari murid sekolah menengah. Namun, apa yang dilakukan para pengajar? sekali lagi, mereka hanya memotivasi para murid untuk belajar dan lulus ujian nasional dengan nilai yang memuaskan agar dapat masuk ke sekolah lanjutan favorit setempat. Metode ini juga sepenuhnya tidak salah, memang tugas pelajar sekali lagi untuk belajar. Namun, murid usia saat itu adalah usia dimana mereka mencari jati diri, mencari sesuatu yang mereka ingin lakukan.

Ketika murid duduk di tingkat atas, perlahan mereka sudah memilih bidang yang ingin di dalami masing-masing. Tidak sedikit murid yang memilih atas dasar gengsi, atau kehendak dari orang sekitar bukan atas minat dan bakat murid itu sendiri. Ketika guru atau orang tua bertanya 'apa cita-cita mu?' tidak sedikit pula yang akan menjawab 'aku bingung/belum tahu' mungkin ada yang memang belum tahu benar apa minat dan bakat di dalam dirinya namun tidak jarang pula yang mengatakan tersebut karena takut akan cita-citanya. Takut terhadap realitas yang ia hadapi sekarang sehingga membuatnya bepikir bahwa hal tersebut sangatlah tidak mungkin atau takut atas  reaksi orang-orang atau masyarakat sekitar karena ia memilih sesuatu yang dirasa tidak pantas. Lalu apa yang dilakukan oleh para guru dan orang tua? Secara tidak langsung mereka akan membelokkan kita untuk masuk ke Universitas yang dianggapnya terpandang dengan jurusan yang dirasa akan bisa menciptakan masa depan yang cerah bagi yang murid.

Jujur, jika saya mengingat pengalaman pribadi sangatlah miris. Bukannya saya menyalahkan para orang dewasa saat itu, hanya saja kita anak muda butuh pengarahan dan sedikit motivasi untuk menciptakan atau mewujudkan keinginan dan impian saat itu. Tak sedikit pula yang mengatakan kalimat 'ah.. gw salah masuk jurusan nih' di bangku perkuliahan. Jika saja saat duduk di sekolah dasar dulu para orang dewasa dapat mengarahkan para siswa bagaimana cara untuk menggapai mimpi mereka dan tidak melulu menuntut agar siswa melakukan apa yang dilakukan pada umumnya, sekolah SD 6 tahun, lalu SMP 3 tahun, SMA 3 tahun setelah itu Sarjana dari universitas negeri, apakah setiap orang harus melalui tahap tersebut untuk mencapai cita-cita mereka? Sepertinya tidak. Mungkin jika diadakan survey kepada seluruh mahasiswa di Indonesia, 40% diantaranya menjalani perkuliahan yang tidak ada kaitannya dengan cita-cita mereka.

Andai saja dulu kami diberi pengarahan bukan tuntutan, mungkin ada banyak orang seperti Bill Gates atau bahkan atlet bulutangkis Indonesia Liliyana Natsir yang meninggalkan bangku sekolahnya untuk bermain bulutangkis.

0 comments:

Post a Comment